Jakarta – Majelis hakim telah memutuskan bahwa total kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa tidak sejalan dengan perhitungan jaksa penuntut umum dalam surat dakwaan. Hakim menilai total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 562,5 miliar. Menurut dakwaan, kerugian negara berdasarkan laporan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) adalah Rp 1.157.087.853.322 (Rp 1,1 triliun). Sidang ini diketuai oleh Maryono dengan anggota hakim Deny Riswanto, Sofyan, Novalinda Arianti, dan Sigit Herman Binaji. “Majelis hakim berpendapat bahwa kerugian negara dalam pembangunan jalur KA Besitang-Langsa tahun anggaran 2017, 2018, dan 2019 yang dilakukan dari tahun 2017 sampai 2023 adalah Rp 562.518.381.077 (miliar),” kata ketua majelis hakim Maryono saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (24/11/2024).
Hakim menjelaskan bahwa total kerugian Rp 562 miliar ini berasal dari kerugian dalam tahap perencanaan, pelelangan hingga pelaksanaan. Detailnya, kerugian dalam tahap review design sebesar Rp 7.901.437.095 (Rp 7,9 miliar), dalam tahap rancangan penanganan amblasan sebesar Rp 531.961.986.371 (Rp 531,9 miliar), dan dalam tahap pekerjaan track sebesar Rp 22.654.957.611 (Rp 22,6 miliar). “Kerugian keuangan negara ini terjadi akibat penyimpangan dalam pekerjaan perencanaan, pelelangan, dan pelaksanaan penanganan konstruksi pembangunan Jalur KA antara Besitang-Langsa tahun anggaran 2017 sampai dengan 2019,” jelas hakim.
Tiga terdakwa dalam sidang ini adalah mantan pejabat pembuat komitmen wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara untuk pekerjaan konstruksi pembangunan jalur KA Besitang-Langsa periode Januari 2017-Juli 2019, Akhmad Afif Setiawan; Rieki Meidi Yuwana selaku Kepala Seksi Prasarana sekaligus ketua pokja pengadaan pekerjaan konstruksi pembangunan jalur KA Besitang-Langsa 2017 dan 2018; serta Halim Hartono selaku PPK jalur KA Besitang-Langsa Agustus 2019 sampai Desember 2022. Hakim menyatakan Akhmad Afif Setiawan dan lainnya bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Perhitungan kerugian ini berbeda dengan keputusan majelis hakim yang mengadili terdakwa eks Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Nur Setiawan Sidik; Amanna Gappa selaku Kepala BTP Sumbagut dan Kuasa Pengguna Anggaran periode Juli 2017-Juli 2018. Kemudian, Arista Gunawan selaku team leader tenaga ahli PT Dardela Yasa Guna; serta Freddy Gondowardojo selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Bersama. Majelis hakim dalam kasus Nur Setiawan Sidik dan lainnya diketuai oleh Djuyamto, dengan anggota hakim Bambang Joko Winarno, Agam Syarief Baharudin, Ali Muhtarom, dan Hiashinta Fransiska Manalu. Majelis hakim ini menilai kerugian negara dalam kasus korupsi proyek pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa sebesar Rp 30.885.165.420 (Rp 30,8 miliar). “Dengan mempertimbangkan fakta hukum yang ada, majelis hakim dalam perkara ini tidak setuju dengan perhitungan kerugian negara dari BPKP, namun majelis hakim menghitung sendiri besarnya kerugian negara sesuai ketentuan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2016. Yang menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besarnya kerugian tersebut,” jelas ketua majelis hakim Djuyamto. “Menurut pandangan majelis hakim, besarnya kerugian keuangan negara yang timbul dalam perkara ini adalah Rp 30.885.165.420,” tambah hakim.