Jakarta – Jaksa menghadirkan ahli hukum keuangan negara, Siswo Suryanto, dalam sidang kasus korupsi pengelolaan timah. Siswo menegaskan bahwa kerugian negara harus bersifat nyata dan pasti. Terdakwa dalam kasus ini termasuk pengusaha Harvey Moeis dari PT Refined Bangka Tin (PT RBT), Suparta, Direktur Utama PT RBT sejak 2018, dan Reza Andriansyah, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak 2017.
Dalam sidang, Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto menanyakan pandangan ahli mengenai prinsip kerugian yang harus riil dan nyata. Siswo menjelaskan bahwa dalam hukum keuangan negara, kerugian yang diakui harus memiliki wujud nyata dan dapat diukur dengan pasti. Ia juga menekankan pentingnya pengertian kerugian perekonomian yang berdampak makro secara sosial.
Hakim turut mengeksplorasi soal kewajiban reklamasi pasca-penambangan. Siswo mengatakan bahwa jaminan reklamasi wajib diberikan oleh penambang untuk mengembalikan kondisi lahan ke keadaan semula setelah ditambang.
Kerugian finansial negara dalam kasus ini dikatakan mencapai Rp 300 triliun, berdasarkan hasil audit kerugian keuangan negara terkait pengelolaan timah. Selain itu, terdapat kerugian lingkungan dengan nilai sekitar Rp 271 triliun menurut perhitungan ahli lingkungan.
Dalam dakwaan, Harvey disebut terlibat dalam kolusi dengan terdakwa lain dalam pengelolaan timah ilegal dan keuntungan yang diperoleh sebagian disisihkan seolah-olah untuk dana corporate social responsibility (CSR). Dugaan korupsi ini memperkaya Harvey Moeis dan Helena Lim sebesar Rp 420 miliar, dengan Harvey juga didakwa atas tindak pidana pencucian uang.