Jakarta – Pemerintah Indonesia saat ini berstatus negara mitra BRICS dan berkeinginan untuk bergabung sebagai anggota penuh. Peneliti dari Universitas Paramadina mengungkapkan harapannya agar Indonesia tetap memegang prinsip luar negeri bebas aktif. Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini, menyatakan bahwa dominasi Amerika Serikat mulai digugat oleh China dan Rusia melalui pembentukan BRICS, yang bahkan memiliki lembaga pendanaan sendiri untuk mendukung pengembangan negara anggotanya. Selain BRICS yang dipimpin oleh China dan Rusia, ada juga Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang didukung oleh Amerika Serikat.
Dalam diskusi bertajuk ‘BRICS vs OECD: Indonesia Pilih yang Mana?’ Prof Didik menyatakan bahwa perbedaan di bidang ekonomi dan politik meningkat pesat sehingga mampu menggoyang dominasi AS. “Mereka sudah membentuk bank sendiri, tidak lagi bergantung pada AS dan Eropa,” ucapnya.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyebutkan manfaat bagi Indonesia jika bergabung dengan BRICS atau OECD. Menurutnya, BRICS menawarkan kerjasama yang lebih adil, mempromosikan multilateralisme, serta penggunaan mata uang lokal untuk transaksi internasional. Hal tersebut memungkinkan Indonesia untuk memiliki peran dan pengaruh yang lebih besar di kancah global.
Jika bergabung dengan OECD, Indonesia bisa mendapatkan keuntungan dari transfer teknologi dari negara-negara anggota yang kebanyakan adalah negara maju. OECD merupakan platform yang sudah mapan dengan 38 anggota yang mempromosikan demokrasi, hak asasi manusia, dan tata kelola pemerintahan yang baik. Ini dapat mempercepat proses negosiasi EU-CEPA.
Wijayanto menyarankan Indonesia sebaiknya bergabung dengan kedua organisasi tersebut, BRICS dan OECD, meskipun proses keanggotaan OECD lebih panjang. Ini mencontohkan negara seperti Thailand dan Turki yang telah bergabung dengan OECD tetapi juga mengajukan diri ke BRICS.
Ahmad Khoirul Umam, Kaprodi Pascasarjana Hubungan Internasional Universitas Indonesia, menyebut bahwa Indonesia akan terbantu dalam pendanaan infrastruktur jika bergabung dengan BRICS yang memiliki lembaga keuangan sendiri, yakni New Development Bank. Bergabung dengan BRICS juga memberikan posisi tawar yang lebih baik di panggung internasional.
Umam menekankan pentingnya Indonesia untuk tetap menjalankan politik jalan tengah tanpa lebih condong ke Barat atau Timur. “Indonesia seharusnya lebih inklusif dan netral, agar dapat berpihak pada semua pihak,” ujarnya. Umam juga mengingatkan beberapa hal yang perlu diantisipasi, seperti potensi ketegangan dengan negara Barat dan kemungkinan ketergantungan ekonomi yang lebih besar pada China.
Indonesia harus berhati-hati agar tidak bergantung secara ekonomi pada China, yang saat ini merupakan kekuatan utama dalam BRICS.