Jakarta – Delegasi dari Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-29 (COP-29) yang berlangsung di Baku, Azerbaijan. Anggota BKSAP DPR, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, menegaskan komitmen serta strategi mendunia yang dapat diterapkan untuk menghadapi perubahan iklim.
“Kami mengajak parlemen dunia untuk mengambil sejumlah tindakan dalam kerangka adaptasi iklim,” ungkap Rahayu Saraswati dalam pernyataan tertulis pada Selasa (19/11/2024). Konferensi COP yang berlangsung setiap tahun ini menjadi platform untuk merumuskan solusi terbaik guna menghadapi tantangan perubahan iklim, di mana berbagai elemen dan pemangku kepentingan berkumpul mencari jalan keluar menghadapi krisis iklim.
COP dihadiri oleh negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), dokumen penting yang ditandatangani pada tahun 1992 oleh hampir 200 negara. KTT ini dihadiri oleh hampir 200 negara, termasuk perwakilan pemerintah, parlemen, diplomat, serta aktivis lingkungan dan pelaku bisnis lainnya. Konferensi ini berlangsung pada 11-22 November 2024 di Azerbaijan.
Rahayu Saraswati menggarisbawahi pentingnya meningkatkan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat lokal untuk mempersiapkan mereka menghadapi perubahan iklim dengan cara yang berkelanjutan. Parlemen, menurutnya, perlu menjamin proses pengambilan keputusan yang transparan dan inklusif, serta menggarisbawahi perlunya keterwakilan perempuan, kelompok disabilitas, dan masyarakat adat dalam parlemen.
Sara juga membahas kesenjangan antara negara maju dan berkembang dalam menangani emisi karbon, menjelaskan bahwa negara-negara maju telah mengeksploitasi negara-negara berkembang sejak era Revolusi Industri. Dia menekankan perlunya bantuan dari negara maju kepada negara berkembang, termasuk dukungan finansial dari negara-negara kaya untuk negara-negara yang paling terdampak, seperti Indonesia.
Indonesia sendiri berhasil mendapatkan pendanaan hijau senilai €1,2 miliar (sekitar Rp 20,18 triliun) untuk pengembangan energi bersih dalam COP-29 ini. Sara mencatat langkah-langkah Indonesia dalam mengurangi emisi, dengan target penurunan emisi hingga 31,89 persen pada 2030 secara mandiri, dan 43,2 persen dengan dukungan internasional. Menargetkan net zero emission pada 2060, Indonesia terus berkomitmen untuk berperan aktif dalam COP dan pernah menjadi tuan rumah COP-13 di Bali pada tahun 2007.
Sara menyoroti bahwa meskipun populasi Indonesia mencapai 280 juta jiwa, sebagai populasi keempat terbesar di dunia, negara ini dapat beradaptasi dengan tantangan perubahan iklim. Bonus demografi dianggap sebagai faktor potensial yang dapat membantu upaya adaptasi iklim. Ke depan, ia berharap Indonesia semakin siap menghadapi tantangan perubahan iklim dan masalah global lainnya yang menyertainya.