Jakarta – Dua dekade telah berlalu sejak bencana tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengimbau warga untuk waspada terhadap potensi ancaman tsunami yang bisa mencapai Jakarta dalam waktu 2,5 jam. Peneliti BRIN, Nuraini Rahma Hanifa, menekankan pentingnya kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana yang dapat terjadi kapan saja. Rahma menjelaskan bahwa gempa megathrust di selatan Jawa berpotensi memicu tsunami yang bisa berdampak hingga ke Jakarta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa segmen megathrust di selatan Jawa termasuk Selat Sunda memiliki energi tektonik besar yang dapat melepaskan gempa berkekuatan 8,7-9,1 magnitudo. “Potensi megathrust ini bisa menyebabkan gempa besar dan tsunami yang menjalar ke Jakarta dalam waktu sekitar 2,5 jam,” kata Rahma setelah menghadiri peringatan 20 tahun tsunami Aceh di Banda Aceh, dikutip dari laman BRIN.

Berdasarkan simulasi BRIN bersama tim peneliti berbagai institusi, jika tsunami terjadi, gelombang diperkirakan bisa mencapai tinggi 20 meter di pesisir selatan Jawa, 3-15 meter di Selat Sunda, dan sekitar 1,8 meter di pesisir utara Jakarta. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa kejadian serupa pernah terjadi, seperti tsunami Pangandaran 2006 akibat longsoran bawah laut dekat Nusakambangan.

Rahma menambahkan bahwa energi yang terkunci di zona subduksi selatan Jawa terus bertambah. Jika dilepaskan sekaligus, dapat memicu tsunami yang berdampak luas. Karenanya, BRIN menekankan mitigasi yang mencakup pendekatan struktural dan non-struktural. Pendekatan struktural termasuk pembangunan tanggul, pemecah ombak, dan tata ruang pesisir dengan jarak aman 250 meter dari pantai.

“Pembangunan hutan pesisir atau vegetasi seperti mangrove dapat menjadi solusi ekosistem untuk meredam tsunami,” jelas Rahma. Pada pendekatan non-struktural, kesiapsiagaan masyarakat dilakukan melalui edukasi, simulasi evakuasi, dan pengadaan jalur evakuasi yang memadai. “Penting agar masyarakat memahami potensi bahaya tsunami dan memiliki sistem peringatan dini serta respons cepat,” ujarnya.

Untuk kota seperti Jakarta, dengan kepadatan penduduk tinggi, salah satu langkah mitigasi gempa mencakup penguatan bangunan. “Penguatan ini penting untuk bangunan di kawasan padat agar mengurangi dampak goncangan kuat,” lanjutnya. Di kawasan industri seperti Cilegon, gempa dapat memicu bahaya sekunder seperti kebakaran akibat kebocoran bahan kimia. Antisipasi dilakukan dengan standar keamanan ketat.

Melalui penelitian paleotsunami, BRIN menemukan bahwa gempa megathrust di selatan Jawa memiliki siklus ulang sekitar 400-600 tahun. Dengan kejadian terakhir sekitar 1699, energi yang terkumpul saat ini berada di titik kritis. “Bencana seperti tsunami Aceh mengajarkan pentingnya kesiapsiagaan dan mitigasi,” tegas peneliti BRIN. Untuk memperkuat sistem peringatan dini tsunami, BRIN bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), BMKG, dan lainnya, termasuk pemasangan sensor deteksi perubahan muka air laut di area rawan tsunami.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *