Jakarta – Pemerintah mencetuskan wacana libur sekolah selama sebulan di bulan Ramadan. Menariknya, tradisi ini berakar dari era kolonial Belanda, hingga masa Sukarno dan Gus Dur. Bagaimana sejarah dari kebijakan ini? Berdasarkan informasi dari Museum Kepresidenan, libur sebulan untuk sekolah saat Ramadan sudah diterapkan sejak masa penjajahan Belanda. Pada masa itu, siswa di Hollandsch Inlandsche School (HIS) dan Algemeene Middelbare School (AMS) mendapatkan libur satu bulan penuh.

Setelah Indonesia merdeka, Presiden Soekarno menyesuaikan kembali kalender pendidikan, menghentikan sementara kegiatan formal dan informal untuk memberi ruang bagi umat Muslim berpuasa dengan lebih tenang.

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, kebijakan ini mengalami perubahan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef, merevisi libur sekolah selama Ramadan. Sesuai Keputusan Nomor 0211/U/1978, libur hanya ditetapkan satu minggu diawal dan akhir Ramadan.

Kemudian, di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), libur sekolah sebualan selama Ramadan dihidupkan kembali, menandai masa pemerintahannya dengan kenangan tersebut. Namun, kebijakan ini diubah oleh Presiden Megawati Soekarnoputri, mengikuti aturan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Daoed Joesoef. Kebijakan ini dilanjutkan oleh pemerintahan selanjutnya.

Kini, wacana libur sekolah sebulan selama Ramadan kembali mencuat. Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menyatakan kebijakan ini sudah diberlakukan di Pondok Pesantren. Untuk sekolah umum, masih dalam tahap perbincangan dan menunggu pengumuman selanjutnya. “Yang terpenting adalah kualitas ibadah tetap terjaga, terlepas dari ada libur atau tidak selama Ramadan,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *